Muqoddimah
Segala puji hanya untuk Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi kita
Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarga serta seluruh sahabatnya beliau. Amma ba'du:
Dalam kehidupan ini ada begitu banyak panah musibah yang begitu cepat menembus relung kehidupan kita, di tambah lagi dengan
tombak bencana yang menancap kuat bersama lemparan waktu, tapi harus di sadari bahwa sesungguhnya kita sekarang sedang hidup pada sebuah negeri kehidupan yang penuh dengan cobaan dan ujian, negeri yang di dalamnya penuh dengan kepayahan dan kesedihan, serta resah dan kegelisahan, semua menghampiri kita. Tatkala kita sedang kehilangan orang yang kita cintai semua datang menusuk hati, atau ketika kita kehilangan harta benda, begitu pula manakala kita mendapat perlakuan yang buruk dari orang lain, ketika berpisah dengan saudara yang kita sayangi
demikian pula ketika kita kehilangan anggota keluarga dari salah seorang anak kita, semua datang silih berganti, begitu juga dalam perkara-perkara menyedihkan yang lainnya.
Musibah yang
menimpa seorang hamba tidak lepas dari empat perkara, yang pertama kemungkinan musibah itu langsung mengenai dirinya sendiri, kedua: di dalam hartanya, ketiga: pada kehormatanya, keempat: pada anggota keluarganya atau orang-orang yang di cintainya. Sedangkan manusia pada umumnya, semua bisa mendapat musibah yang semacam ini, tidak pandang bulu, apakah dia seorang muslim atau kafir, orang yang baik atau fajir semua mendapat giliranya, sebagaimana bisa kita saksikan di tengah-tengah masyarakat kita.
Melihat begitu cepat datangnya masalah tersebut (dari bencana, musibah, kesedihan dll) di tambah lagi ketidaksiapan seseorang untuk
menghadapi datangnya musibah yang begitu cepat, maka saya membuat kaidah-kaidah pokok (dalam tulisan ini) sebagai benteng supaya mampu menghadapi datangnya musibah. Tulisan yang saya susun ini semuanya berkisar pada keadaan umumnya kebanyakan
manusia, dan setiap keadaan harus di sesuaikan dalam cara penanganannya. Seraya memohon mudah-mudahan Allah memberi saya taufik dan bimbinganNya.
Adapun keadaan manusia dalam
kehidupan ini, sebagaimana yang Allah Ta'ala sifati seperti dalam firmanNya:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah". QS al-Balad: 4.
Imam Ibnu Katsir mengatakan tentang ayat di atas: "Mereka berada dalam kepayahan, dalam masalah perkara dunia, dan dalam perkara akhirat. Dalam sebuah riwayat di katakan mereka berada dalam keadaan susah payah yang sangat karena sempitnya ruang kehidupan di dunia dan beratnya beban yang dipikul ketika di akhirat".
Maka manakala sebuah musibah turun menimpa,
membikin suasana menjadi gelap gulita, dunia menjadi terasa sempit, maka dalam menangani problematikanya terkadang di butuhkan waktu yang lama serta usaha yang sungguh-sungguh bahkan bisa membutuhkan bantuan dari orang yang di percayai.
Dan insya Allah akan saya sebutkan (dalam buku ini) sebagian hal positif yang bisa membantu mengatasi problem dan meminimalisir terjadinya problem tersebut, bahkan kemungkinan untuk bisa mencegah awal mula munculnya. Namun jangan langsung beranggapan bahwa siapa saja yang membaca cara pemecahan problem ini langsung mendapati dirinya bisa keluar dengan sempurna dari
problematika kehidupan atau langsung hilang problematikanya dalam sekejap, tapi keadaanya bisa kita gambarkan seperti sebuah bangunan yang tinggi, terkadang bergoyang terkena angin kencang atau jatuh bagian bangunanya, maka yang perlu di pahami bahwa di sini kita sedang mencoba bersama untuk memperbaiki bangunan tersebut dan mengeluarkan sesuatu yang memang tidak di butuhkan lagi, dengan mempertahankan yang tersisa untuk tetap selamat kemudian mencoba membangun kembali, demikian seterusnya…dan membangun tidak seperti orang yang sedang merobohkan oleh karena itu dibutuhkan usaha yang maksimal dan kesabaran serta semangat yang panjang sampai bisa menyelesaikan problem yang di milikinya dengan izin Allah Azza wa jalla.
KISAHALANAN SYEIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI, MEMPEROLEH GELAR, ” SULTHANUL AULIYA (RAJA DARI SELURUH PARA WALI ALLAH).
Sahabat yang ber-iman.
(Dalam Kitab Al-Fawaid Al-Mukhtarah).
” Pada masa menimba ilmu, Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, beliau berteman dengan dua orang, Ibnu Saqa dan Ibnu Abi Asrun, pertemanan itu berlanjut hingga mereka bertiga ingin mengunjungi seorang Wali, berpangkat Wali Al-Ghouts, rumah Wali tersebut sangat jauh dari keramaian kota, namun keinginan mereka bertiga, untuk bertemu sang Wali, tidak terhalang oleh jarak yang demikian jauh.
Dalam perjalanan, mereka saling bertanya satu sama lain terkait tujuan dan niat masing-masing.
Ibnu Abi Asrun, beliau bertanya kepada Ibnu Saqa:
“Hei Saqa, engkau mau ngapain bertemu Wali itu?.
” Aku akan mengajukan sebuah pertanya’an yang begitu sulit, hingga ia bingung dan tidak mampu untuk menjawabnya.
Tidak lama kemudian, Ibnu Saqa bertanya kepada Ibnu Abi Asrun,
“Kalau engkau, apa yang hendak tanyakan?.
“Kalau aku ingin bertanya tentang sesuatu yang aku yakin ia tidak mampu untuk menjawabnya.
Pada hakikatnya, tujuan dari keduanya sama, yaitu untuk menguji ketinggian ilmu dari seorang Wali tersebut
Lalu keduanya bertanya kepada Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani:
” Qadir, engkau mau mengajukan pertanyaan seperti kami, atau ada hal lain?.
“Aku tidak ingin bertanya apa-apa. Jawab Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.
Lalu keduanya bertanya lagi:
“Terus kau mau apa, hanya mau mengikuti kami?.
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, beliau menjawabnya lagi:
” Aku tidak punya pertanya’an yang mau diajukan, aku hanya ingin bersilaturahmi, dan mengharap berkah darinya, itu sudah lebih dari cukup.
Sesampainya di kediaman Wali Al-Ghouts, mereka mengetuk pintu rumahnya, akan tetapi, sang Wali tersebut tidak kunjung membuka pintu, tidak lama kemudian, sang Wali tersebut keluar dalam keada’an marah lalu bertanya:
“Siapa diantara kalian yang bernama Ibnu Saqa?.
BACA JUGA : KERAMAT SYEKH MUHAMMAD SAMMAN AL-MADANI...(bag.1)
Aku wahai Syeikh, jawab Ibnu Saqa.
Tidak banyak bicara, kemudian Sang Wali tersebut memberikan jawaban pertanya’an Ibnu Saqa, secara detail, begitu juga dengan pertanya’an Ibnu Abi Asrun dijawab dengan mudah oleh sang Wali, dan kemudian Ibnu Saqa dan Ibnu Abi Asrun, keduanya disuruh pulang.
Sampai pada giliran Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, sang Wali Al-Ghouts, beliau hanya memandang sekujur tubuhnya, tidak lama kemudian sang Wali tersebut berkata:
“Wahai anakku, Abdul Qadir, aku tahu tujuanmu hanya ingin berkah dariku, dan In syaa’Allah tujuan baikmu akan tercapai.
Lalu sang Wali berkata lagi:
“Aku melihat engkau berkata padaku, “Kakiku ini berada dileher seluruh para Wali di dunia ini, dan sekarang pergilah anakku.
Seiring berjalannya waktu, Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, beliau mendapatkan maqam tertinggi dari Allah SWT, berkat sikap rendah dirinya kepada seorang Wali, dan beliau diangkat menjadi Raja, dari para Wali di muka bumi ini.
Dan pada sa’at mengajar muridnya, Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, beliau berkata seperti apa yang dikatakan oleh sang Wali tersebut:
“Kakiku ini berada di atas lehernya seluruh para Wali.
Dan perkata’annya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, di dengar oleh seluruh para Wali di penjuru dunia, lalu beliau berikrar, ” Sami’na wa atha’na.
“Wallahu a’lam bishawwab".
PENUTUP
Tentunya setiap tulisan punya topik pembahasan yang poin penekanannya pada masalah tertentu. Ini merupakan kunci untuk menutup artikel. Karena dari sekian macam-macam kalimat penutup ada yang berisi penegasan kembali atas poin utama tersebut. Dengan adanya penegasan kembali, tentunya ini akan menjadi cara bagi kita untuk memberi kesan kepada pembaca sekaligus memberikan pesan kita sebelum mengakhiri tulisan.
Dari sekian banyak macam-macam teknik menutup tulisan, cara inilah yang paling banyak dipakai oleh para penulis baik fiksi maupun non-fiksi. Sebab cara ini tidak membutuhkan inspirasi tertentu untuk memberi kesan kepada pembaca. Kita hanya butuh kejelian untuk mengulang kembali apa yang sudah dibahas di bagian awal artike.
Semoga bermanfaat.
#poindev.site
#atomfrok.eu.org
#flipe.eu.org